Selasa, 12 Desember 2017

Roh Manusia Kaitannya Dengan Upacara Slamten Adat Jawa.

Roh-roh yang Manuksma pada jasad manusia kaitannya dengan upacara Slametan adat Jawa
Sinkretisme Jawa dengan Islam membuahkan konsep “Islam Kejawen” dalam menjelaskan perkara “hidup-mati” manusia. Diantaranya, bahwa manusia hidup disebut utuh (jangkep) bilamana telah bersatu dan “kasuksma” 8 Roh: Roh Idhofi (Suksma Sejati), Roh Rohani, Roh Jasmani, Roh Nurani, Roh Rahmani, Roh Nabati, Roh Rewani dan Roh Rabani. Ketika manusia meninggal, maka roh-roh yang Manuksma pada jasad manusia tersebut secara bergiliran akan melepaskan diri.

Keterangannya adalah sebagai berikut :
1.    Pada saat meninggal yang terlepas adalah roh utama manusia yang di sebut Suksmâ Sêjati atau Roh Idhofi yang semasa manusia hidup roh tersebut menyatu dengan karakter dan watak manusianya. Menurut keperyaan Hindu bahwa roh utama tersebut masih berada di Bhurloka (alamnya manusia dan makhluk hidup lainnya) dengan penguasanya Dewa Brahma.
Maka pada saat meninggal ini diadakan Upacara ngesur tanah (Geblag).
Upacara ini dilaksanakan pada hari meninggalnya seseorang tepatnya pada sore hari. Sur tanah atau ngesur tanah berarti menggeser tanah (membuat lubang kubur bagi jenazah). Upacara ini memiliki makna bergesernya kehidupan fana ke alam baka. Hal ini juga dapat diartikan bahwa semua manusia berasal dari tanah dan akan kembali menjadi tanah.
Pada upacara ini hidangan yang harus di sajikan adalah :
a.   Nasi gurih (sekul wuduk)
b.  Ingkung (ayam dimasak utuh)
c.  Urap (gudhangan dengan kelengkapannya)
d.  Cabai merah utuh
e.  Krupuk rambak
f.   Kedelai hitam
g.  Bawang merah yang telah dikupas kulitnya
h.  Bunga kenanga
i.   Garam yang telah dihaluskan
j.   Tumpeng yang dibelah dan diletakkan dengan saling membelakangi (tumpeng pungkur).

2.      Pada Hari ke tiga yang terlepas adalah Roh Rohani yang menyatu dengan nafsu.
Maka pada hari ke-tiga ini diadakan Upacara Nelung dina.
Slametan ini dilakukan untuk memperingati tiga hari setelah meninggalnya seseorang atau pada pasaran ketiga. Slametan ini sebagai bentuk penghormatan ahli waris kepada roh yang meninggal. Konon, menurut kepercayaan orang jawa pada hari ketiga setelah meninggal, roh seseorang masih berada di dalam rumah. Roh ini mulai mencari jalan keluar yang mudah untuk meninggalkan rumah dan keluarganya untuk menuju ke Bhwah Loka (alamnya para Pitara/Roh) dengan penguasanya Dewa Wisnu.
Sajian yang harus dihidangkan pada slametan ini adalah sebagai berikut :
a.  Golongan bangsawan :
Ø  Takir plontang yang berisi nasi putih dan nasi kuning, dilengkapi dengan sudi-sudi yang berisi kecambah, kacang panjang yang telah dipotongi, bawang merah yang telah diiris, garam yang telah digerus (dihaluskan), kue apem putih, uang, gantal dua buah.
Ø  Nasi asahan tiga tampah, daging lembu yang telah digoreng, lauk-pauk kering, sambal santan, sayur menir, jenang merah.

b.  Golongan rakyat biasa :
Ø  Nasi ambengan, nasi gurih, ketan kolak, apem, ingkung ayam, nasi golong dan bunga yang dimasukan dalam lodhong/toples serta kemenyan.

3.   Pada Hari ke tujuh yang terlepas adalah Roh Jasmani yang menyatu dengan sifat baik manusia.
Maka pada hari ke-tujuh ini diadakan Upacara Mitung dina.
Slametan ini dilakukan pada tujuh hari setelah meninggalnya seseorang. Slametan ini juga dimaksudkan untuk menghormati roh orang yang telah meninggal. Menurut kepercayaan orang jawa pada hari ketujuh ini roh akan keluar dari rumah. Untuk memperlancar roh keluar dari rumah, secara simbolis ahli waris membuka genting atau jendela sebelum acara di mulai. Setelah roh keluar dari rumah, roh akan berhenti sejenak di pekarangan rumah atau halaman sekitar. Sedangkan menurut kepercayaan Hindu, pada hari ke tujuh perjalanan roh dari Bhwah Loka menuju ke Swah Loka ( alamnya para dewa) dengan penguasanya Dewa Iswara.
Pada acara mitung dina ada pembacaan mantra-mantra suci puja pitara. Hal ini dimasudkan untuk mempermudah roh meninggalkan pekarangan rumah atau halaman sekitar. Puja pitara sebenarnya dilakukan selama tujuh hari dan mitung dina adalah acara penutup puja pitara tersebut. Pada akhir acara peserta slametan diberi bancakan/brekat yang berisi nasi dan lauk pauknya.

Sajian yang harus dihidangkan pada acara ini adalah sebagai berikut :
Ø  Kue apem yang didalamnya diberi uang logam, ketan kolak semuanya diletakkan dalam satu takir.
Ø  Nasi asahan tiga tampah, daging goreng, pindang merah yang dicampur dengan kacang panjang yang diikat kecil-kecil, dan daging jeroan yang ditempatkan dalam wadah berbentuk kerucut (conthong), serta pindang putih.

4.   Pada Hari ke empat puluh yang terlepas adalah Roh Nurani yang menyatu dengan akal budi manusia.
Maka pada hari ke-empat puluh ini diadakan Upacara Matang puluh.
Upacara ini untuk memperingati empat puluh hari setelah meninggalnya seseorang. Slametan ini bertujuan untuk menghormati dan mempermudah perjalanan roh yang akan menuju alam kubur. Untuk mencapai tujuan matang puluh, ahli waris dan para tamu yang diundang membacakan mantra puja pitara dan doa. Menurut kepercayaan orang jawa, pada hari ke empat puluh roh orang yang meninggal mulai mencari jalan menuju alam kubur. Jalan yang dicari adalah jalan yang dilewati ketika pemberangkatan jenazah yang sudah dibersihkan sehingga terhindar dari aral yang melintang. Sedangkan menurut kepercayaan Hindu, pada hari ke empat puluh perjalanan roh dari Swah Loka akan menuju ke Maha Loka dengan penguasanya dewa Mahadewa.
Pada upacara ini dilakukan penyempurnaan roh dan jasad dengan menyediakan ubarampe. Bagian jasad yang disempurnakan adalah darah, daging, sungsum, jeroan (isi perut), kuku, rambut, tulang, dan otot. Ubarampe adalah bahan sesaji yang harus ada ketika slametan diadakan. Ubarampe terdiri dari benang lawe, jodog, sentir, cupak , minyak klentik satu botol, sisir, minyak wangi, cermin, kapas, pisang raja, beras, gula kelapa, jarum dan perlengkapannya, serta bala pecah.
Pada slametan ini bahan –bahan yang harus ada sama dengan bahan-bahan pada acara mitung dina, tetapi ada sedikit tambahna. Bahan tambahannya antara lain :
Ø  Nasi wuduk
Ø   Ingkung
Ø   Kedelai hitam
Ø   Cabai merah utuh
Ø   Rambak kulit
Ø   Bawang merah yang telah dikupas kulitnya
Ø   Garam
Ø   Bunga kenanga.

5.   Pada Hari ke seratus yang terlepas adalah Roh Rahmani yang mengatur iman dan budi pekerti manusia.
Maka pada hari ke-seratus ini diadakan Upacara Nyatus.
Slametan ini diadakan untuk memperingati hari keseratus dari meniggalnya seseorang. Upacara ini bertujuan untuk menyempurnakan semua hal yang bersifat badan wadhag.
Menurut kepercayaan adat jawa sebelum genap seratus hari roh berada di alam kubur masih sering kembali ke rumah sampai slametan mendhak pisan dan mendhak pindo. Sedangkan menurut kepercayaan Hindu, pada hari ke seratus perjalanan roh dari Maha Loka akan menuju ke Jana Loka  dengan penguasanya Dewa Sada Rudra. Sesaji yang digunakan sama dengan pada saat matang puluh hanya saja ditambah dengan pasung, ketan, dan kolak.

6.   Pada Satu tahun pertama yang terlepas adalah Roh Nabati yang mengatur perkembangan fisik manusia.
Maka pada satu tahun pertama ini diadakan Upacara Mendhak Sepisan.
Mendhak sepisan adalah peringatan satu tahun setelah meninggalnya seseorang. Tata cara dan sesaji pada slametan ini sama dengan slametan nyatus. Slametan ini sering juga disebut meling. Kata meling berasal dari kata eling yang berarti mengingat-ingat. Maksud dari slametan ini adalah agar ahli waris mengingat kembali jasa-jasa orang yang telah meninggal. Meling juga dimaksudkan agar ahli waris mengintrospeksi diri dan selalu ingat bahwa suatu saat si-ahli waris juga akan meninggal dunia. Menurut kepercayaan Hindu bahwa pada satu tahun pertama ini perjalanan roh dari Jana Loka akan menuju ke Tapa Loka dengan penguasanya Hyang Sada Siwa.

7.   Pada Satu tahun kedua yang terlepas adalah Roh Rewani yang juga mengatur perkembangan fisik manusia. Menurut kepercayaan Hindu bahwa pada satu tahun kedua ini perjalanan roh sudah sampai di Tapa Loka dengan penguasanya Hyang Sada Siwa.
Maka pada satu tahun ke-dua ini diadakan Upacara Mendhak Pindho.
Slametan ini bertujuan untuk memperingati dua tahun atas meninggalnya seseorang. Upacara ini juga dimaksudkan untuk menyempurnakan semua kulit, darah dan semacamnya. Pada tahun yang kedua ini jenazah sudah hancur luluh tinggal tulangnya saja. Pada slametan ini juga dibacakan doa dan tahlil. Bahan-bahan sesaji yang digunakan sama dengan slametan mendak pindho.

8.   Pada 1.000 hari yang terlepas adalah  Roh Rabani yang semasa manusia hidup mengatur peredaran darah.
Maka pada 1.000 harinya ini diadakan Upacara Nyewu.
Nyewu yaitu peringatan seribu hari atas kematian seseorang. Menurut kepercayaan orang jawa setelah hari keseribu roh orang yang telah meninggal tidak akan kembali ke tengah-tengah keluarganya lagi. Roh akan benar-benar meninggalkan keluarga dan tempat tinggalnya untuk menghadap Tuhan. Menurut kepercayaan Hindu bahwa pada hari ke-seribu ini perjalanan roh dari Tapa Loka akan menuju ke Satya Loka dengan penguasanya Hyang Parama Siwa. Oleh karena itu slametan ini diadakan lebih besar dari biasanya.
Bahan yang digunakan untuk slametan sama dengan bahan pada slametan sebelumnya. Hanya ada beberapa bahan tambahan yang diperlukan diantaranya :
Ø  Daging kambing/domba becek. Sebelum dimasak becek, seekor domba disiram dengan bunga setaman, lalu dicuci bulunya, diselimuti dengan mori selebar sapu tangan, diberi kalung bunga yang telah dirangkai, diberi makan daun sirih. Keesokan harinya domba diikat kakinya lalu ditidurkan di tanah. Badan domba seutuhnya digambar pola dengan menggunakan ujung pisau. Hal ini dimaksudkan untuk mengirim tunggangan bagi roh yang meninggal supaya lekas sampai ke Surga. Setelah itu domba disembelih dan kemudian dimasak becek/gule.
Ø  Sepasang burung merpati dikurung dan diberi rangkaian bunga. Setelah doa selesai dilakukan, burung merpati dilepas dan diterbangkan. Maksud tata cara ini adalah juga untuk mengirim tunggangan bagi roh yang meninggal agar dapat cepat kembali pada Tuhan. dalam keadaan suci, bersih, tanpa beban.
Ø  Sesaji/ubarampe, terdiri atas tikar bangka/klasa, benang lawe empat puluh helai, jodhog, clupak berisi minyak kelapa dan uceng-uceng (sumbu lampu), minyak kelapa satu botol, sisir, serit, cepuk berisi minyak tua, kaca/cermin, kapuk, kemenyan, pisang raja setangkep, gula kelapa setangkep, kelapa utuh satu butir, beras satu takir, sirih dengan kelengkapan untuk menginang, bunga boreh. Semuanya diletakkan di atas tampah dan diletakkan di tempat orang slametan untuk melakukan doa.

9.  Kol (Kol kolan).
Kol adalah slametan untuk memperingati hari kematian seseorang. Kol harus dilaksanakan tepat pada hari dan bulan yang sama ketika si jenazah meninggal. Kol pertama dilakukan satu tahun setelah slametan nyewu. Bahan yang digunakan untuk slametan adalah kue apem dan ketan kolak yang diletakkan dalam satu takir, pisang raja satu tangkep, uang wajib, dan dupa harum.


Sekian dulu penjelasan dari penulis mengenai pengelompokan alam. Tulisan ini bersifat berbagi pengetahuan kepada semua kalangan. Penulis berharap dengan mengetahui dan membaca artikel ini, penulis berharap bisa menambah wawasan para pembaca sekalian. Sudah barang tentu tulisan ini masih banyak kekurangan karena terbatasnya pengetahuan dari penulis. Penulis sangat mengharap atas kritikan, saran dan masukan dari para pembaca sekalian demi sempurnya tulisan ini. Semoga tulisan ini ada guna manfaatnya dan terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar