Pura Ngesti Dharma Dusun Sumberjo terletak di Jl. Patokwesi Dusun Sumberjo RT. 02 RW. 03 Desa Jambewangi Kecamatan Sempu Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur. Pura tersebut berdiri pada tahun 1968. Pura Ngesti Dharma tersebut adalah sebagai tempat ibadah/bhakti bagi umat Hindu di Dusun Sumberjo dengan jumlah penyungsung -+ 95 KK. Hari Piodalan Pura Ngesti Dharma Dusun Sumberjo dilaksanakan setiap Tumpek Wariga. Ketua Krama Pura: Bapak Kusnadi, Pemangku: Sujiman Prakoso, Wakil Pemangku: 1. Tukul Wahyudi, 2. Sugito. Ketua PHDI: Sukaryono.
Jumat, 15 Desember 2017
Selasa, 12 Desember 2017
Sapta Loka Dalam Kepercayaan Hindu
SAPTA LOKA DAN PATALA.
Om Swastyastu.
Om Awignamastu namo sidham.
Ajaran para leluhur terdahulu, telah membagi alamsemesta ini menjadi tujuh
alam yang bersekala besar sebagai tempat kediaman setiap jenis mahluk ciptaan
Tuhan. Masing-masing alam terdiri dari alam atas dan bawah. Pengelompokan alam
ini disebut dengan Loka dan Tala. Ini ibarat sebagai mata uang yang memiliki
dua sisi. Kedua jenis alam sebagai pemisah atau sekat dan sebagai pemisah
golongan dari mahluk-mahluk. Tinggi dan rendah posisi setiap mahluk memiliki
fungsi dan kemampuan tersendiri. Loka
berarti ruangan yang luas atau dunia. Sedangkan kata Tala berarti bagian bawah atau dasar. Sapta Loka berarti tujuh dunia atau alam sedangkan Sapta Tala berarti tujuh tempat bawah.
Loka dan Tala.
Setiap Loka dan Tala merupakan
bidang kosmos, sapta loka digambarkan seperti lingkaran bola dari tujuh
tingkatan masing-masing. Hal ini sering disebut sebagai alam rohani. Sapta
Patala sering disebut sebagai alam fisik atau material. Dari kedua pembagian
antara Loka dan Tala memiliki pembagian masing-masing yang berjumblah 14
bagian. Bagian-bagian memiliki pembagian tinggi rendah suatu posisi kediaman
dari mahluk tertentu. Jadi, hal ini ini sebagai patokan umat Hindu kenapa kita
mengenal dengan pembagian alam dan sering kati kita mengenal dengan mahluk
tidak kasap mata.
Nah mari sekarang kita
langsung saja melihat pembagian golongan alam dari Sapta Loka dan Sapta Tala
ini atau sering disebut Sapta Patala.
Sapta Loka (dilihat dari paling bawah ke
atas).
1. Bhur loka.
2. Bvah loka.
3. Svah loka.
4. Maha loka.
5. Jana loka
6. Tapa loka.
7. Satya loka.
Sapta Tala/Sapta Patala ( dilihat dari yang paling bawah ke atas).
1. Patala.
2. Rasatala.
3. Mahatala.
4. Talatala.
5. Sutala.
6. Vitala.
7. Atala.
1. Bhur loka.
2. Bvah loka.
3. Svah loka.
4. Maha loka.
5. Jana loka
6. Tapa loka.
7. Satya loka.
Sapta Tala/Sapta Patala ( dilihat dari yang paling bawah ke atas).
1. Patala.
2. Rasatala.
3. Mahatala.
4. Talatala.
5. Sutala.
6. Vitala.
7. Atala.
Pada sebuah konsep alam yang
dipaparkan di Jainisme, penggolongan menjadi tiga kelompok. Pembagian ketiga
kelompok itu adalah Urdhva loka, Madya
Loka, Adho Loka. Urdhva Loka sebagai alam keatas yang dimulai dari Bvah Loka
sampai Satya loka. Sedangkan alam
bumi atau Bhur Loka terdapat pada
penglompokan Madya Loka atau alam tengah. Pada Adho Loka atau tingkatan bawah
tergolong Sapta Patala. Asal
diketahui ada beberapa yang penulis temukan mengenai jenis alam yang memiliki
pembagian masing-masing atau bisa disebut sebuah cabang alam. Sehingga 14 alam
hanya sebagai pengelompokan utama, namun tetap memiliki cabang masing-masing.
Penjelasan Alam.
v Urdva
Loka : 1. Satya
Loka di
tempati oleh Brahma yang jaraknya sangat jauh dari Bhima Shakti, 2. Tapa Loka di tempati oleh para Kumara antaranya Sanat,
Sanak, Sanandan, dan Sanatan dan terletak 120.000.000
yojanas di bawah Satya-Loka, 3. Jana Loka terletak 80.000.000 yojanas di bawah
Tapa Loka di huni oleh para Rsi, 4. Maha
Loka 20.000.000
yojanas dari Jana Loka bertempat para bijak lainya seperti Rsi Brghu. Di alam
ini para mahluk suci memiliki kecepatan gerakan tak terhingga seperti
cahaya, 5. Svah Loka adalah alam
kemewahan yang terletak 80.000 yojanas bertempat 33 Dewa di dalam Veda baik itu
para malaikat, para Marut, para Vasu dan Gandharva dengan pimpinanya Dewa
Indra. Di alam ini juga terdapat pohon pengabul permintaan yaitu pohon
Parijata, sapi suci Kamadhenu, dan gajah tunggangan Dewa Indra yaitu
Uchhchaihsrava. 6. Bhuvah Loka adalah alam yang
tergolong pada tata surya seperti matahari dimana para setengah dewa berada
yang dengan pelayananya yang baik lahir kembali menjadi manusia. Pada
Bhvah Loka memiliki bagian alam lainya seperti:
- Dhruva
Loka: pada
alam ini berjarak 10.000.000 dari Maha Loka yang tergolong dari alam ini adalah
galaksi Bhima Shakti.
- Sapta
Rsi Loka: tempat
dari tujuh Rsi agung dengan bertempat 100.000 yojanas dari Drhuva Loka yang
berkisar pada bintang kutub.
- Nakshtra
Loka: di
baca juga Naksatra Loka yang bertempat pada bintang-bintang dan berkaitan
dengan zodiak.
- Lokas: adalah alam dari
planet-planet yang berkisaran pada matahari. Antaranya Merkurius, Venus,
Mars, Jupiter dan Saturnus yang merupakan tempat tinggal dari Budha, Sukra,
Mangal, Brihaspati dan Shanaichar/Saniscara. Jarak masing-masing planet ini
kurang lebih 200.000 yojanas.
- Surya
Loka: terletak
100.000 yojanas dari Bumi dengan Dewa Surya sebagai pimpinan.
- Candra
Loka: tempat
dari Dewa Candra atau Soma.
- Siddhaloka, Charanaloka, &
Vidyadharaloka : alam yang berkisar dan tersebar di
tata surya dan berorbit pada bulan. Pada alam ini mahluk terlahir dengan
kemampuan siddhi mistik. Mereka sering mengunjungi Bumi sebagai utusan.
- Antariksa
Loka : alam
yang berkisar di atas Bumi. Pada alam ini bertempat Yaksha, Rakshashas,
Pisachas, Hantu, dan makhluk etheral lainnya.
v Madya
Loka atau alam tengah. Pada alam ini tergolong dengan Bhur
Loka dan dikenal dengan Bhumandala.
Pada alam Bhumandala ini juga memiliki bagian tempat lain di antaranya Jambu-dvipa,Plaksha-dvipa,
Salmali-dvipa, Kusha-dvipa, Krauncha-dvipa, Shaka-dvipa, Pushkar-dvipa. Masing-masing
tempat memiliki kehidupan dikelilingi lautan luas dan spesies humanoid.
Sedangkan Jambu Dvipa adalah alam dari manusia itu sendiri.
Kemudan mari kita
jelaskan tingkatan alam kebawah yang di kenal dengan Sapta Patala atau Adho Loka.
Pada
alam ini terletak 70.000 yojanas dari Bumi dan 10.000 yojanas jarak dari
masing-masing alam berikutnya. Di dalam
Visnu Purana di ceritakan kunjungan dari Rsi Narada kealam Patala dan
menyatakan alam ini lebih indah dari Svarga Loka. Digambarkan alam ini memiliki
perhiasan yang indah, perkebunan yang indah, danau yang indah, dan gadis-gadis
penghuni alam neraka. Digambarkan pula terdapat music yang merdu dan aroma
manis dari udara. Tanah di sana berwarna putih, hitam, ungu, berpasir, berbatu,
dan juga memiliki emas. Untuk nama dari Loka ini berbeda dari Purana-purana di
antaranya di Visnu Purana di sebutkan dengan Atala, Vitala, Nitala,
Garbhastimat, Mahatala, Sutala dan Patala. Dalam Bhagavata Purana dan Padma
Purana, mereka disebut Atala, Vitala, Sutala, Talatala, Mahatala, Rasatala dan
Patala. Siwa Purana, menggantikan Mahatala dengan Tala. Sedangkan Vayu Purana
menyebut mereka Rasatala, Sutala, Vitala, Gabhastala, Mahatala, Sritala dan
Patala.
Mari
kita ambil penjelasan dari Bhagavata Purana dan Devi-bhagavata Purana di
karenakan pada kitab purana ini memiliki penjelasan lebih rinci. Loka yang
tergolong dalam Adho Loka yitu :
1.
Atala: di perintah oleh
Bala-Putra Maya yang memiliki kekuatan mistik. Dia bisa menciptakan tiga
perempuan yaitu Svairiinis yang suka menikah dengan lelaki dari klompok
sendiri. Kaaminiis yang menikah dengan klompok manapun. Pumsiniis adalah wanita
yang terus merubah pasangan. Dinyatakan bila pria memasuki alam Atala, mereka
di sambut oleh wanita disana dan di ajak untuk berpoya-poya dengan minuman dan
berbagai hal yang memabukan dan ahirnya mengundang nafsu sexsual. Para wanita
mengajak hubungan badan yang membuat para lelaki lupa datangnya kematian.
2.
Vitala: di perintah oleh Dewa
Hara-Bhava dengan Dewi Bhavani sebagai pasangan sexsualnya. Hara-Bhava adalah
bentuk dari Shiva yang tinggal dengan para Gana di alam Vitala. Dari hubungan
badan Dewa dan Dewi dinyatakan airmani yang keluar membentuk sungai yang
disebut sungai Hataki dan apabila di sulut api berbentuk emas yang disebut
Hataka. Para penduduk alam ini berhiaskan dengan emas-emasan.
3.
Sutala: alam ini
dipimpin oleh raksasa Mahabali/ raksasa Bali. Diceritakan beliau di jatuhkan
kealam ini oleh Vamana Avatara. Namun Bali berdoa dan melakukan pengabdian
kepada Dewa Visnu dan di anugrahi dengan kekayaan dan lebih kaya dari Indra.
4.
Talatala: di alam ini di
pimpin oleh Maya dan atas berkah Shiva dia akan selalu dilindungi oleh Shiva
sendiri.
5.
Mahatala: dihuni oleh
anak-anak dari Kadru yaitu para Naga. Krodhavasha, Kuhaka, Taksshaka, Kaliya dan
Sushena.
6.
Rasatala: dihuni oleh para
butha seperti Danavas dan Daityas. Mereka dikenal sebagai musuh para Dewa dan
selalu tinggal di gua seperti gua ular.
7.
Patala: atau juga di
sebut Nagas yang merupakan alam paling bawah para Naga.
Dengan pimpinana Naga Vasuki. Para naga ini di hiasi dengan bebagai permata
pada mahkotanya sehingga merubah kegelapan di tempat itu menjadi terang.
Sekian dulu penjelasan dari penulis mengenai pengelompokan alam. Tulisan ini
bersifat berbagi pengetahuan kepada semua kalangan. Penulis berharap dengan
mengetahui dan membaca artikel ini, penulis berharap bisa menambah wawasan para
pembaca sekalian. Sudah barang tentu tulisan ini masih banyak kekurangan karena
terbatasnya pengetahuan dari penulis. Penulis sangat mengharap atas kritikan,
saran dan masukan dari para pembaca sekalian demi sempurnya tulisan ini. Semoga
tulisan ini ada guna manfaatnya dan terima kasih.
Om Santi sant santi Om.
Dikutip dari berbagai sumber.
Roh Manusia Kaitannya Dengan Upacara Slamten Adat Jawa.
Roh-roh yang Manuksma pada jasad manusia kaitannya dengan
upacara Slametan adat Jawa
Sinkretisme Jawa dengan Islam membuahkan
konsep “Islam Kejawen” dalam menjelaskan perkara “hidup-mati” manusia.
Diantaranya, bahwa manusia hidup disebut utuh (jangkep) bilamana telah bersatu
dan “kasuksma” 8 Roh: Roh Idhofi (Suksma Sejati), Roh Rohani, Roh Jasmani, Roh
Nurani, Roh Rahmani, Roh Nabati, Roh Rewani dan Roh Rabani. Ketika manusia
meninggal, maka roh-roh yang Manuksma pada jasad manusia tersebut secara
bergiliran akan melepaskan diri.
Keterangannya adalah sebagai
berikut :
1. Pada saat meninggal yang terlepas adalah roh utama manusia yang di sebut Suksmâ
Sêjati atau Roh Idhofi yang semasa manusia hidup roh tersebut menyatu dengan
karakter dan watak manusianya. Menurut keperyaan Hindu bahwa roh utama tersebut
masih berada di Bhurloka (alamnya
manusia dan makhluk hidup lainnya) dengan penguasanya Dewa Brahma.
Maka
pada saat meninggal ini diadakan Upacara
ngesur tanah (Geblag).
Upacara ini dilaksanakan pada hari
meninggalnya seseorang tepatnya pada sore hari. Sur tanah atau ngesur tanah berarti menggeser tanah (membuat lubang kubur bagi jenazah). Upacara ini
memiliki makna bergesernya kehidupan fana ke alam baka. Hal ini juga dapat
diartikan bahwa semua manusia berasal dari tanah dan akan kembali menjadi
tanah.
Pada upacara
ini hidangan yang harus di sajikan adalah :
a. Nasi gurih (sekul wuduk)
b. Ingkung (ayam dimasak utuh)
c. Urap (gudhangan dengan kelengkapannya)
d. Cabai merah utuh
e. Krupuk rambak
f. Kedelai hitam
g. Bawang merah yang telah dikupas kulitnya
h. Bunga kenanga
i. Garam yang telah dihaluskan
j. Tumpeng yang dibelah dan diletakkan
dengan saling membelakangi (tumpeng pungkur).
2. Pada Hari ke tiga yang terlepas adalah
Roh Rohani yang menyatu dengan nafsu.
Maka
pada hari ke-tiga ini diadakan Upacara
Nelung dina.
Slametan ini dilakukan untuk
memperingati tiga hari setelah meninggalnya seseorang atau pada pasaran ketiga.
Slametan ini sebagai bentuk penghormatan ahli waris kepada roh yang meninggal. Konon, menurut kepercayaan orang jawa pada
hari ketiga setelah meninggal, roh seseorang masih berada di dalam rumah.
Roh ini mulai mencari jalan keluar yang mudah untuk meninggalkan rumah dan
keluarganya untuk menuju ke Bhwah Loka
(alamnya para Pitara/Roh) dengan penguasanya Dewa Wisnu.
Sajian yang harus
dihidangkan pada slametan ini adalah sebagai berikut :
a. Golongan bangsawan :
Ø Takir plontang yang berisi nasi
putih dan nasi kuning, dilengkapi dengan sudi-sudi yang berisi kecambah, kacang
panjang yang telah dipotongi, bawang merah yang telah diiris, garam yang telah
digerus (dihaluskan), kue apem putih, uang, gantal dua buah.
Ø Nasi asahan tiga tampah, daging
lembu yang telah digoreng, lauk-pauk kering, sambal santan, sayur menir, jenang
merah.
b. Golongan rakyat biasa :
Ø Nasi ambengan, nasi gurih, ketan
kolak, apem, ingkung ayam, nasi golong dan bunga yang dimasukan dalam lodhong/toples
serta kemenyan.
3. Pada Hari ke tujuh yang terlepas adalah Roh Jasmani yang menyatu dengan
sifat baik manusia.
Maka pada hari ke-tujuh ini diadakan
Upacara Mitung dina.
Slametan ini dilakukan pada tujuh
hari setelah meninggalnya seseorang. Slametan ini juga dimaksudkan untuk
menghormati roh orang yang telah meninggal. Menurut
kepercayaan orang jawa pada hari ketujuh ini roh akan keluar dari rumah. Untuk
memperlancar roh keluar dari rumah, secara simbolis ahli waris membuka genting
atau jendela sebelum acara di mulai. Setelah roh keluar dari rumah, roh akan berhenti
sejenak di pekarangan rumah atau halaman sekitar. Sedangkan menurut kepercayaan
Hindu, pada hari ke tujuh perjalanan roh dari Bhwah Loka menuju ke Swah Loka ( alamnya para dewa) dengan
penguasanya Dewa Iswara.
Pada acara mitung dina ada pembacaan
mantra-mantra suci puja pitara. Hal ini dimasudkan untuk mempermudah roh
meninggalkan pekarangan rumah atau halaman sekitar. Puja pitara sebenarnya
dilakukan selama tujuh hari dan mitung dina adalah acara penutup puja pitara
tersebut. Pada akhir acara peserta slametan diberi bancakan/brekat yang berisi
nasi dan lauk pauknya.
Sajian yang harus
dihidangkan pada acara ini adalah sebagai berikut :
Ø Kue apem yang didalamnya diberi uang
logam, ketan kolak semuanya diletakkan dalam satu takir.
Ø Nasi asahan tiga tampah, daging
goreng, pindang merah yang dicampur dengan kacang panjang yang diikat
kecil-kecil, dan daging jeroan yang ditempatkan dalam wadah berbentuk kerucut
(conthong), serta pindang putih.
4. Pada Hari ke empat puluh yang terlepas adalah Roh Nurani yang menyatu
dengan akal budi manusia.
Maka pada hari
ke-empat puluh ini diadakan Upacara Matang
puluh.
Upacara ini untuk memperingati empat
puluh hari setelah meninggalnya seseorang. Slametan ini bertujuan untuk
menghormati dan mempermudah perjalanan roh yang akan menuju alam kubur. Untuk
mencapai tujuan matang puluh, ahli waris dan para tamu yang diundang membacakan
mantra puja pitara dan doa. Menurut kepercayaan orang jawa, pada hari ke empat puluh roh orang yang
meninggal mulai mencari jalan menuju alam kubur. Jalan yang dicari adalah
jalan yang dilewati ketika pemberangkatan jenazah yang sudah dibersihkan sehingga
terhindar dari aral yang melintang. Sedangkan menurut kepercayaan Hindu, pada
hari ke empat puluh perjalanan roh dari Swah Loka akan menuju ke Maha Loka dengan penguasanya dewa
Mahadewa.
Pada upacara ini dilakukan penyempurnaan
roh dan jasad dengan menyediakan ubarampe. Bagian jasad yang disempurnakan
adalah darah, daging, sungsum, jeroan (isi perut), kuku, rambut, tulang, dan
otot. Ubarampe adalah bahan sesaji yang harus ada ketika slametan diadakan.
Ubarampe terdiri dari benang lawe, jodog, sentir, cupak , minyak klentik satu
botol, sisir, minyak wangi, cermin, kapas, pisang raja, beras, gula kelapa,
jarum dan perlengkapannya, serta bala pecah.
Pada slametan ini bahan –bahan yang harus ada sama
dengan bahan-bahan pada acara mitung dina, tetapi ada sedikit tambahna. Bahan
tambahannya antara lain :
Ø Nasi wuduk
Ø Ingkung
Ø Kedelai hitam
Ø Cabai merah utuh
Ø Rambak kulit
Ø Bawang merah yang telah
dikupas kulitnya
Ø Garam
Ø Bunga kenanga.
5. Pada Hari ke seratus yang terlepas adalah Roh Rahmani yang mengatur iman
dan budi pekerti manusia.
Maka pada hari ke-seratus ini diadakan
Upacara Nyatus.
Slametan ini diadakan untuk
memperingati hari keseratus dari meniggalnya seseorang. Upacara ini bertujuan
untuk menyempurnakan semua hal yang bersifat badan wadhag.
Menurut kepercayaan adat jawa
sebelum genap seratus hari roh berada di alam kubur masih sering kembali ke
rumah sampai slametan mendhak pisan dan mendhak pindo. Sedangkan menurut
kepercayaan Hindu, pada hari ke seratus perjalanan roh dari Maha Loka akan
menuju ke Jana Loka dengan penguasanya Dewa Sada Rudra. Sesaji
yang digunakan sama dengan pada saat matang puluh hanya saja ditambah dengan
pasung, ketan, dan kolak.
6. Pada Satu tahun pertama yang terlepas adalah Roh Nabati yang mengatur
perkembangan fisik manusia.
Maka
pada satu tahun pertama ini diadakan Upacara Mendhak Sepisan.
Mendhak sepisan adalah peringatan
satu tahun setelah meninggalnya seseorang. Tata cara dan sesaji pada slametan
ini sama dengan slametan nyatus. Slametan ini sering juga disebut meling. Kata
meling berasal dari kata eling yang berarti mengingat-ingat. Maksud dari
slametan ini adalah agar ahli waris mengingat kembali jasa-jasa orang yang
telah meninggal. Meling juga dimaksudkan agar ahli waris mengintrospeksi diri
dan selalu ingat bahwa suatu saat si-ahli waris juga akan meninggal dunia. Menurut
kepercayaan Hindu bahwa pada satu tahun pertama ini perjalanan roh dari Jana
Loka akan menuju ke Tapa Loka dengan
penguasanya Hyang Sada Siwa.
7. Pada Satu tahun kedua yang terlepas adalah Roh Rewani yang juga mengatur
perkembangan fisik manusia. Menurut kepercayaan Hindu bahwa pada satu tahun kedua ini perjalanan roh
sudah sampai di Tapa Loka dengan
penguasanya Hyang Sada Siwa.
Maka pada satu tahun
ke-dua ini diadakan Upacara Mendhak Pindho.
Slametan ini bertujuan untuk
memperingati dua tahun atas meninggalnya seseorang. Upacara ini juga
dimaksudkan untuk menyempurnakan semua kulit,
darah dan semacamnya. Pada tahun yang kedua ini jenazah sudah hancur luluh
tinggal tulangnya saja. Pada slametan ini juga dibacakan doa dan tahlil.
Bahan-bahan sesaji yang digunakan sama dengan slametan mendak pindho.
8. Pada 1.000 hari yang terlepas adalah Roh Rabani yang semasa manusia hidup
mengatur peredaran darah.
Maka pada 1.000 harinya ini diadakan
Upacara Nyewu.
Nyewu yaitu peringatan seribu hari
atas kematian seseorang. Menurut kepercayaan orang jawa setelah hari keseribu
roh orang yang telah meninggal tidak akan kembali ke tengah-tengah keluarganya
lagi. Roh akan benar-benar meninggalkan keluarga dan tempat tinggalnya untuk
menghadap Tuhan. Menurut kepercayaan Hindu bahwa pada hari ke-seribu ini
perjalanan roh dari Tapa Loka akan menuju ke Satya Loka dengan penguasanya Hyang
Parama Siwa. Oleh karena itu slametan ini diadakan lebih besar dari
biasanya.
Bahan yang digunakan untuk slametan
sama dengan bahan pada slametan sebelumnya. Hanya ada beberapa bahan tambahan
yang diperlukan diantaranya :
Ø Daging kambing/domba becek. Sebelum
dimasak becek, seekor domba disiram dengan bunga setaman, lalu dicuci bulunya,
diselimuti dengan mori selebar sapu tangan, diberi kalung bunga yang telah
dirangkai, diberi makan daun sirih. Keesokan harinya domba diikat kakinya lalu
ditidurkan di tanah. Badan domba seutuhnya digambar pola dengan menggunakan
ujung pisau. Hal ini dimaksudkan untuk mengirim tunggangan bagi roh yang
meninggal supaya lekas sampai ke Surga. Setelah itu domba disembelih dan
kemudian dimasak becek/gule.
Ø Sepasang burung merpati dikurung dan
diberi rangkaian bunga. Setelah doa selesai dilakukan, burung merpati dilepas
dan diterbangkan. Maksud tata cara ini adalah juga untuk mengirim tunggangan
bagi roh yang meninggal agar dapat cepat kembali pada Tuhan. dalam keadaan
suci, bersih, tanpa beban.
Ø Sesaji/ubarampe, terdiri atas tikar
bangka/klasa, benang lawe empat puluh helai, jodhog, clupak berisi minyak
kelapa dan uceng-uceng (sumbu lampu), minyak kelapa satu botol, sisir, serit,
cepuk berisi minyak tua, kaca/cermin, kapuk, kemenyan, pisang raja setangkep,
gula kelapa setangkep, kelapa utuh satu butir, beras satu takir, sirih dengan
kelengkapan untuk menginang, bunga boreh. Semuanya diletakkan di atas tampah
dan diletakkan di tempat orang slametan untuk melakukan doa.
9. Kol (Kol kolan).
Kol adalah
slametan untuk memperingati hari kematian seseorang. Kol harus dilaksanakan
tepat pada hari dan bulan yang sama ketika si jenazah meninggal. Kol pertama
dilakukan satu tahun setelah slametan nyewu. Bahan yang digunakan untuk
slametan adalah kue apem dan ketan kolak yang diletakkan dalam satu takir,
pisang raja satu tangkep, uang wajib, dan dupa harum.
Sekian dulu penjelasan
dari penulis mengenai pengelompokan alam. Tulisan ini bersifat berbagi
pengetahuan kepada semua kalangan. Penulis berharap dengan mengetahui dan
membaca artikel ini, penulis berharap bisa menambah wawasan para pembaca
sekalian. Sudah barang tentu tulisan ini masih banyak kekurangan karena terbatasnya
pengetahuan dari penulis. Penulis sangat mengharap atas kritikan, saran dan
masukan dari para pembaca sekalian demi sempurnya tulisan ini. Semoga tulisan
ini ada guna manfaatnya dan terima kasih.
Langganan:
Postingan (Atom)