Upacara Manusa Yadnya
Sadripu adalah
enam musuh yang ada dalam diri manusia yaitu Kama: keinginan, Kroda:
kemarahan, Lobha: serakah, Moha: kebingungan, Matsarya:
dengki/irihati, dan Mada: mabuk.
Dalam menjalankan Swadharma kehidupan
di dalam agama Hindu berbagai kegiatan kerohanian/ yadnya yang
wajib dilaksanakan umat Hindu dalam segala manifestasinya
untuk menuju/ mencapai jalan yang luhur kehadapan Ida Sanghyang Widhi
Wasa (Brahman).
Salah satu dari berbagai kegiatan Yadnya (Panca
Yadnya) yang dilaksanakan umat Hindu adalah Manusa Yadnya
yaitu:
Upacara Mepandes
atau Metatah atau Mesangih atau
Potong Gigi (Pangur)
yang merupakan kegiatan sakral bagi umat Hindu.
Jadi
Upacara Potong Gigi ini sudah dilaksanakan
sejak dahulu kala dan terus berkembang sampai saat ini dengan peningkatan
pengertian filsafatnya dan diarahkan kepada keagamaan, sejak kedatangan
Hinduisme di bumi Ibu Pertiwi Nusantara (Indonesia).
Adapun pengertian Potong Gigi bagi umat Hindu adalah :
- Untuk merubah prilaku agar mampu
mengendalikan diri dari godaan Sadripu untuk menjadi manusia sejati, yang
menurut "Lontar Tutur Kamoksan" adalah sebagai Manusia
nantinya bisa bertemu dengan orang tuanya di Alam Paratra setelah
meninggal dunia.
- Menjalankan kewajiban Leluhur terhadap anaknya yang menurut "Lontar
Puja Kala Pati" pada dasarnya untuk menemukan hakekat manusia
sejati.
Upacara Potong Gigi bertujuan dan mempunyai filsafat
sebagai berikut :
1. Sebagai salah satu bentuk untuk membayar hutang budi kepada leluhur.
Manusia dalam hidupnya mempunyai tiga hutang budi yang disebut Tri
Rna dan salah satu diantaranya adalah Pitra Rna yaitu
hutang budi kepada orang tua (leluhur) yang menyebabkan manusia lahir, jadi
untuk membayar hutang budi kepada leluhur harus dibayar dengan memelihara dan
mengupacarai keturunannya (pari sentana).
2. Merupakan suatu simbolis untuk melenyapkan atau mengendalikan hawa nafsu
yang disebut Sadripu adalah enam musuh yang ada dalam diri
manusia yaitu Kama: keinginan, Kroda:
kemarahan, Lobha: keserakahan, Moha:
kebingungan, Matsarya: dengki/irihati, dan Mada:
mabuk.
Pada upacara Potong Gigi juga
diadakan persaksian kepada Sanghyang Widhi dalam
prabawanya sebagai Sang Hyang
Semara Ratih (Bhs Jawa: Sang Hyang Kama
Ratih) yang merupakan perlambang/simbol dari pada keinginan seperti cinta
kasih yang tumbuh dan berkembang pada setiap insan yang menginjak dewasa yang
memerlukan pengendalian diri agar tidak terjerumus dalam nafsu keinginan yang
berlebihan.
Pustaka Lontar yang berkaitan dengan Upacara Potong
Gigi adalah :
1. Lontar Dharma Kahuripan, yang memuat tentang Manusa
Yadnya baik mengenai upacara maupun upakaranya menurut tingkat
Kanistama, Madyama dan Utama termasuk Upacara Potong Gigi yang di sebut Atatah (
Jaman Empu Kuturan abad XI )
2. Lontar Siwa Ekapratama Samapta, yang memuat
tentang Manusa Yadnya yang berkembang di jaman Dang
Hyang Dwi Jendra abad XVI.
3. Lontar Puja Kala Pati, yang memuat tentang asal mula
orang melaksanakan Upacara Potong Gigi sebagai petunjuk
dari Bhatara Siwa kepada manusia agar nantinya menemukan hakekat manusia sejati
itu, demikian juga mengenai tata cara dan upacara Potong Gigi.
4. Lontar Puja Kalib, Lontar
ini memuat tentang puja dan sthawa serta mantra yang digunakan oleh Sulinggih
dalam memimpin upacara potong gigi.
5. Lontar Atmaprasangsa,
Disinilah disebutkan, apabila orang tidak melakukan upacara potong gigi, maka
rohnya diberi hukuman di alam Neraka yaitu menggigit pangkal bambu petung.
6. Lontar Jadmaphala Wreti, Lontar
ini membentangkan mengenai upacara dalam melaksanakan upacara potong gigi,
disebutkan pula mengenai ketentuan upacaranya untuk tingkat nistha, madhya dan
uttama.
7. Lontar Tattwa Japakala, Lontar ini menceritakan
tentang Bhatara Guru ( Siwa ) memotong taring Bhatara Kala sebagai sarana
Bhatara Guru melebur sifat-sifat kala pada diri Bhatara Kala dan dengan
demikian Bhatara Kala telah menemukan Hakekat dirinya yang sejati dan
mengetahui ibu bapanya.
Makna setiap tahapan dalam Upacara
Potong Gigi.
Berdasarkan ketentuan dalam Pustaka Lontar
Kahuripan dan Pustaka Lontar Puja Kala Pati bahwa
tahapan atau prosesi Upacara Potong Gigi adalah sebagai
berikut :
1. Magumi Pedangan (dari kata DANGAN), DANGAN artinya
dapur, yaitu mohon tirta penglukatan pada Bhatara Brahma yang dilakukan di
dapur. Upacara ini mengandung makna bahwa orang yang diupacarai itu nantinya
tidak lepas dari urusan dan bertanggungjawab soal dapur.
2. Mabyakala ; yaitu dilaksanakan di halaman rumah
untuk Sang Bhuta Dengen. Makna upacara ini untuk
membersihkan pengaruh-pengaruh negatif yang melekat pada diri sendiri.
3. Ke Sanggar Pemujaan ( Rong Tiga / Sanggah Kawitan)
; yaitu mohon restu dan panugrahan kepada Bhatara Hyang Guru, sekaligus
permakluman pada leluhur bahwa mereka akan melaksanakan Upacara Potong
Gigi dan Minum Tirtha Wasuhpada sebagai
tanda telah memperoleh restu.
4. Memberikan labahan dalam
bentuk Caru Ayam Petak/Putih tanpa Sanggah Cucuk
kepada Sang Anggapati (Saudara tua dari catur sanak/sedulur
papat) sebagai simbolis untuk mohon agar mereka menjaga orang yang melakukan
upacara Potong Gigi yang berarti guna mengharmoniskan
hubungan Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit pada diri mereka.
5. Sungkem terhadap orangtua,
dalam acara sungkem ini ada pitutur /nasehat orang tua (ayah dan ibu), kemudian
anak mohon doa restu kepada kedua orang tuanya agar dalam menjalani upacara
potong gigi senantiasa diberikan keselamatan dan kelancaran. Dan bila si isteri
yang menjalani potong gigi, maka si isteri wajib sungkem pada sang suami untuk
mohon doa restu.
6. Ngerajah dengan
bungan Teratai putih, atau cincin emas bermata mirah warna merah. Ngerajah gigi ini dengan
aksara Suci, bermakna agar yang diupacarai mampu untuk mengendalikan pikiran,
bathin, keinginan dan perbuatan mereka dalam kehidupan ini agar menemukan
hakekat manusia sejati itu.
Pimpinan
upacara mengambil cincin bermata mirah (bila tidak ada bisa diganti dengan teratai
putih atau tangkai sirih dengan madu) yang akan dipakai untuk ngerajah pada
beberapa tempat yaitu :
Pada taring sebelah kanan dengan huruf ( ) Am
Pada gigi bawah dengan huruf ( ) Om
Pada nabi puser dengan huruf ( ) Rem
Penulisan
“Rerajahan” tersebut sesuai dengan ketentuan sastra suci pilihan pimpinan
upacara (Sangging) yang memimpin upacara Mepandes/Pangur tersebut.
7. Naik ke Bale/Ranjang (dalam bahasa Jawa: Amben) tempat untuk Potong
Gigi, dari hilir ke hulu, dan yang wajib mengangkat naik ke Bale/Ranjang
tersebut adalah ayah dan ibunya.
Bila yang menjalani potong gigi si isteri, maka yang
wajib mengangkat naik ke Bale/Ranjang tersebut adalah suaminya, kemudian sang
suami mencuci kaki isterinya dengan air bunga sampai bersih.
Sebelum Potong
Gigi dilakukan, terlebih dahulu menyembah (Muspa) ke Bale Gading kepada Sang Hyang Semara/Sang Hyang Kama Jaya, guna memohon Tirta
untuk mesangih/pangur.
- Selanjutnya disuruh tidur tengadah. Badannya sampai
kaki ditutup kain (rurub). Sikap tangan diletakkan diatas dada
dialasi Kekasang/kain rerajahan dan kedua kaki membujur
rapat dipegangi oleh ayah/ibunya/suaminya. Gigi yang dipapar/dipangur adalah dua
buah gigi taring, kiri dan kanan pada rahang atas dan empat buah gigi seri.
Memapar/mangur enam buah gigi tersebut maknanya adalah: menekan Sadripu (enam
musuh pada diri sendiri) secara simbolis. Sadripu tidak bisa
dihilangkan semasih manusia hidup, tetapi bisa ditekan atau dikendalikan
apabila bathin telah suci.
Kemudian mulai memasang pedangal
(singsang/pengganjal) gigi. Yang pertama pedangal dari
kayu dadap dipasang pada rahang atas sebelah kiri untuk
perempuan dan yang kedua pedangal dari kayu dadap pada
rahang atas sebelah kanan untuk laki-laki. Sedangkan bila pedangal terbuat dari
tebu, bebas kanan-kiri hingga memapar/mangur selesai. Yang pertama kali dipapar/dipangur
dengan kikir pada rahang atas ini adalah taring kanan dan dan kiri dahulu,
baru kemudian empat buah gigi seri dikerjakan sampai selesai.
Air ludah dan pedangal
yang telah dipakai dimasukkan ke cengkir kelapa gading.
Gigi yang sudah dipapar/dipangur itu lalu digosok dengan pengurip
gigi dari kunir dan diberi pengancing dengan
menggigit base/sirih lekesan
tiga kali. Bekas base lekesan itu juga dimasukkan ke cengkir
kelapa gading. Makna pengurip gigi dan pengancing
ini adalah lambang agar Panca Dewata menjaga kehidupan mereka yang melakukan
upacara Potong Gigi.
8. Kemudian turun dari Bale/Ranjang
tempat untuk Potong Gigi dari hulu ke hilir selanjutnya menginjak banten
peningkeb (peras injak). Banten peningkeb bermakna
sebagai suatu sarana yang bersangkutan mengharmoniskan diri dengan alam atau
Ibu Pertiwi termasuk Sang Catur Sanak (Sedulur Papat) yang
di ajak lahir.
9. Pemujaan oleh Sulinggih /
Pandita, yaitu dalam rangka penyucian pada orang yang diuparai dan
mempermaklumkan kepada Sanghyang Widhi dalam
prabawanya sebagai Sang Hyang Semara Ratih dan Leluhur, bahwa
Upacara Potong Gigi telah selesai dilaksanakan.
10. Terakhir adalah sumgkeman
kepada ayah dan ibunya. Hal ini sebagai wujud bhakti pada orang tua sejati,
karena si anak tersebut telah selesai menjalani upacara potong gigi. Seperti
halnya Bhatara Kala, baru bisa bertemu dengan orang tua sejatinya yaitu Dewa
Siwa dan Dewi Uma setelah dipotong gigi taringnya. Ayah dan ibu disini adalah
sebagai perwujudan dari Dewa Siwa dan Dewi Uma. Namun yang dikandung maksud
orang tua sejati dalam hal ini adalah Tuhan / Sang Hyang Widhi.
Persiapan upacara mepandes (potong gigi)
1. Persiapan tempat untuk potong gigi, yang
dibuat seperti tempat upacara manusa yadnya, dilengkapi dengan kasur, bantal,
tikar bergambar Smara – Ratih (Kama Jaya – Kama
Ratih) atau dengan alas yang sejenisnya.
2. Bale Gading : Bale gading ini dibuat
dari bambu gading (yang lain) dihiasi dengan bunga-bunga yang berwarna putih
dan kuning, serta di dalamnya diisi banten peras, ajuman, daksina (kadang-kadang
dapat dilengkapi dengan suci), canang buratwangi, canang sari dengan raka-raka
: kekiping, pisang mas, nyahnyah gula kelapa dan periyuk / sangku berisi air
serta bunga 11 jenis. Bale - gading adalah sebagai tempat Sanghyang Semara – Ratih
(Kama Jaya – Kama Ratih).
3. Kelapa gading yang dikasturi, airnya
dibuang dan ditulisi “Ardanareswari” (gambar Semara Ratih). Kelapa gading ini
akan dipakai sebagai tempat “ludah” dan “singgang-gigi” yang sudah dipakai.
Setelah upacara, kelapa gading ini dipendam di tempat yang biasa untuk maksud
tersebut.
4. Untuk singgang gigi (pedangal), adalah
tiga potong cabang dadap dan tiga potong tebu hitam / tebu ratu. Panjang
pedangal ini kira-kira 1 cm atau 1½ cm.
5. “Pengilap” yaitu sebuah cincin bermata
mirah.
6. Untuk pengurip-urip, adalah empu kunir
(inan kunyit) yang dikupas sampai bersih, dan kapur.
7. Sebuah bokor yang berisi : kikir, cermin
dan pahat. (Biasanya “pengilap” yang tersebut di atas ditaruh pada bokor ini,
demikian pula pengurip-urip” nya.
8. Sebuah tempat sirih lengkap dengan sirih
lekesan, tembakau, pinang, dan gambir (di dalam lekesan itu sudah berisi
kapur).
9. Rurub berupa kain yang dipakai menutupi
badan pada waktu upacara, diharapkan kain yang dipakai adalh kain baru
(sukla/suci), dan sanggih adalah rurub putih kuning bertulis rerajahan
Semara-Ratih.
10. Banten “tetingkeb” yang akan diinjak
waktu turun nanti (dapat diganti dengan segehan agung).
11. Bokor berisi bunga dan kuwangen,
kelengkapan untuk muspa saat baru naik ke bale/ranjang dan akan mulai Mepandes/Pangur.
Persiapan banten yang akan digunakan Upacara antara lain:
1. Banten untuk Mepandes/Pangur
1.1. Upakara yang paling kecil.
Banten pabyakala, prayascita,
pengelukatan, dan banten tataban seadanya.
1.2. Upakara yang lebih besar.
Seperti diatas, tetapi banten tatabannya
memakai pulagembal.
2. Banten untuk Sangging.
2.1. Satu soroh banten suci.
2.2. Peras, Sodan ditambah tipat.
2.3. Canang dan sesari.
2.4. Satu helai kampuh yang telah memakai tepi, biasanya kampuh kuning.
2.5. Arak, berem, tirta,
panasta dan pengasepan.
3. Banten Sekaa/grup gong gender dan kidung.
3.1. Banten Pejati.
3.2. Peras.
3.3. Sodan.
Beberapa Mantra Dalam Upacara Mepandes (
Potong Gigi/Pangur )
1. Mantra kikir :
OM Sang Perigi Manik, aja sira geger lunga, antinen kakang nira Sri Kanaka
teka kekeh pageh, tan katekaning lara wigena, teka awet-awet-awet.
2. Mantra waktu pemotongan gigi yang pertama :
OM lunga ayu, teka ayu (diucapkan 3 kali).
3. Mantra pangurip-urip :
OM urip uriping bayu, sabda idep, teka urip-urip-urip, Ang Ah.
4. Mantra lekesan :
OM suruh mara, jambe mara, tumiba pwa sira ring lidah, Sang Hyang Bumi
Ratih ngaranira, tumiba pwa sira ring hati, Kunci Pepet arannira, katemu-temu
delaha, samangkana lawan tembe, metu pwa sira ring wewadonan Sang Hyang
Sumarasa arannira, wastu kedep mantramku.
Tujuan Upacara Potong Gigi / Pangur.
Tujuan
daripada upacara potong gigi / pangur yang dilakukan oleh umat Hindu dalam
Lontar Puja Kalapati dan juga pustaka Lontar Atmaprasangsa,
maka upacara potong gigi / pangur mencakup empat aspek tujuan yaitu :
1) Menghilangkan
kotoran diri dalam wujud kala, bhuta, pisaca, dan raksasa dalam arti jiwa dan
raga diliputi oleh watak Sadripu, sehingga dapat menemukan hakekat manusia yang
sejati.
2) Untuk dapat
bertemu kembali di Sorga dengan arwah Bapak dan Ibu yang telah berwujud suci.
3) Untuk
menghindari hukuman di alam Neraka nanti yang dijatuhkan oleh Bhatara
Yamadhipati yaitu menggigit pangkal bambu petung.
4) Untuk
memenuhi kewajiban orang tua kepada anaknya guna menemukan hakekat
manusia sejati.
**********00000*********
Oleh : Mbah Dharmo, S.Ag
Dihimpun dari beberapa buku sumber :
1. Lontar Dharma Kahuripan.
2. Lontar Siwa Ekapratama
Samapta.
3. Lontar Puja Kala Pati.
4. Lontar Puja Kalib.
5. Lontar Atmaprasangsya.
6. Lontar Jadmaphala Wreti.
7. Lontar Tattwa Japakala.
8. Arti Simbul dalam Upacara Potong
Gigi, Oleh: CUDAMANI.