Rabu, 28 November 2018

Pengertian dan Rangkaian Upacara Potong Gigi (Bhs Jawa: Pangur)

Upacara Manusa Yadnya

Sadripu adalah enam musuh yang ada dalam diri manusia yaitu Kama: keinginan, Kroda: kemarahan, Lobha: serakah, Moha: kebingungan, Matsarya: dengki/irihati, dan Mada: mabuk.

Dalam menjalankan Swadharma kehidupan di dalam agama Hindu berbagai kegiatan kerohanian/ yadnya yang wajib dilaksanakan umat Hindu dalam segala manifestasinya untuk menuju/ mencapai jalan yang luhur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa (Brahman).
Salah satu dari berbagai kegiatan Yadnya (Panca Yadnya) yang dilaksanakan umat Hindu adalah Manusa Yadnya yaitu:
Upacara  Mepandes  atau  Metatah  atau  Mesangih  atau  Potong Gigi  (Pangur) yang merupakan kegiatan sakral bagi umat Hindu.

Jadi Upacara Potong Gigi ini sudah dilaksanakan sejak dahulu kala dan terus berkembang sampai saat ini dengan peningkatan pengertian filsafatnya dan diarahkan kepada keagamaan, sejak kedatangan Hinduisme di bumi Ibu Pertiwi Nusantara (Indonesia).

Adapun pengertian Potong Gigi bagi umat Hindu adalah :
-  Untuk merubah prilaku agar mampu mengendalikan diri dari godaan Sadripu untuk menjadi manusia sejati, yang menurut "Lontar Tutur Kamoksan" adalah sebagai Manusia nantinya bisa bertemu dengan orang tuanya di Alam Paratra setelah meninggal dunia.
- Menjalankan kewajiban Leluhur terhadap anaknya yang menurut "Lontar Puja Kala Pati" pada dasarnya untuk menemukan hakekat manusia sejati.

Upacara Potong Gigi bertujuan dan mempunyai filsafat sebagai berikut :
1. Sebagai salah satu bentuk untuk membayar hutang budi kepada leluhur. Manusia dalam hidupnya mempunyai tiga hutang budi yang disebut Tri Rna dan salah satu diantaranya adalah Pitra Rna yaitu hutang budi kepada orang tua (leluhur) yang menyebabkan manusia lahir, jadi untuk membayar hutang budi kepada leluhur harus dibayar dengan memelihara dan mengupacarai keturunannya (pari sentana).

2. Merupakan suatu simbolis untuk melenyapkan atau mengendalikan hawa nafsu yang disebut  Sadripu  adalah enam musuh yang ada dalam diri manusia yaitu  Kama: keinginan,  Kroda: kemarahan,  Lobha: keserakahan, Moha: kebingungan,  Matsarya: dengki/irihati, dan  Mada: mabuk.

Pada upacara  Potong Gigi  juga diadakan persaksian kepada  Sanghyang Widhi  dalam prabawanya sebagai Sang Hyang Semara Ratih (Bhs Jawa: Sang Hyang Kama Ratih) yang merupakan perlambang/simbol dari pada keinginan seperti cinta kasih yang tumbuh dan berkembang pada setiap insan yang menginjak dewasa yang memerlukan pengendalian diri agar tidak terjerumus dalam nafsu keinginan yang berlebihan.

Pustaka Lontar yang berkaitan dengan Upacara Potong Gigi adalah :

1. Lontar Dharma Kahuripan,  yang memuat tentang  Manusa Yadnya  baik mengenai upacara maupun upakaranya menurut tingkat Kanistama, Madyama dan Utama termasuk Upacara Potong Gigi yang di sebut Atatah ( Jaman Empu Kuturan abad XI )
2. Lontar Siwa Ekapratama Samapta,  yang memuat tentang Manusa Yadnya  yang berkembang di jaman Dang Hyang Dwi Jendra abad XVI.
3. Lontar Puja Kala Pati, yang memuat tentang asal mula orang melaksanakan Upacara Potong Gigi sebagai petunjuk dari Bhatara Siwa kepada manusia agar nantinya menemukan hakekat manusia sejati itu, demikian juga mengenai tata cara dan upacara Potong Gigi.
4. Lontar Puja Kalib, Lontar ini memuat tentang puja dan sthawa serta mantra yang digunakan oleh Sulinggih dalam memimpin upacara potong gigi.
5. Lontar Atmaprasangsa, Disinilah disebutkan, apabila orang tidak melakukan upacara potong gigi, maka rohnya diberi hukuman di alam Neraka yaitu menggigit pangkal bambu petung.
6. Lontar Jadmaphala Wreti, Lontar ini membentangkan mengenai upacara dalam melaksanakan upacara potong gigi, disebutkan pula mengenai ketentuan upacaranya untuk tingkat nistha, madhya dan uttama.
7.  Lontar Tattwa Japakala, Lontar ini menceritakan tentang Bhatara Guru ( Siwa ) memotong taring Bhatara Kala sebagai sarana Bhatara Guru melebur sifat-sifat kala pada diri Bhatara Kala dan dengan demikian Bhatara Kala telah menemukan Hakekat dirinya yang sejati dan mengetahui ibu bapanya.

Makna setiap tahapan dalam Upacara Potong Gigi.
Berdasarkan ketentuan dalam Pustaka Lontar Kahuripan dan Pustaka Lontar Puja Kala Pati bahwa tahapan atau prosesi Upacara Potong Gigi adalah sebagai berikut :

1. Magumi Pedangan (dari kata DANGAN), DANGAN artinya dapur, yaitu mohon tirta penglukatan pada Bhatara Brahma yang dilakukan di dapur. Upacara ini mengandung makna bahwa orang yang diupacarai itu nantinya tidak lepas dari urusan dan bertanggungjawab soal dapur.

2. Mabyakala ; yaitu dilaksanakan di halaman rumah untuk Sang Bhuta Dengen. Makna upacara ini untuk membersihkan pengaruh-pengaruh negatif yang melekat pada diri sendiri.

3. Ke Sanggar Pemujaan ( Rong Tiga / Sanggah Kawitan) ; yaitu mohon restu dan panugrahan kepada Bhatara Hyang Guru, sekaligus permakluman pada leluhur bahwa mereka akan melaksanakan Upacara Potong Gigi  dan Minum Tirtha Wasuhpada sebagai tanda telah memperoleh restu.

4. Memberikan labahan dalam bentuk Caru Ayam Petak/Putih  tanpa Sanggah Cucuk kepada Sang Anggapati (Saudara tua dari catur sanak/sedulur papat) sebagai simbolis untuk mohon agar mereka menjaga orang yang melakukan upacara Potong Gigi  yang berarti guna mengharmoniskan hubungan Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit pada diri mereka.

5.  Sungkem terhadap orangtua, dalam acara sungkem ini ada pitutur /nasehat orang tua (ayah dan ibu), kemudian anak mohon doa restu kepada kedua orang tuanya agar dalam menjalani upacara potong gigi senantiasa diberikan keselamatan dan kelancaran. Dan bila si isteri yang menjalani potong gigi, maka si isteri wajib sungkem pada sang suami untuk mohon doa restu.

6. Ngerajah dengan bungan Teratai putih, atau cincin emas bermata mirah warna merah. Ngerajah gigi ini dengan aksara Suci, bermakna agar yang diupacarai mampu untuk mengendalikan pikiran, bathin, keinginan dan perbuatan mereka dalam kehidupan ini agar menemukan hakekat manusia sejati itu.
Pimpinan upacara mengambil cincin bermata mirah (bila tidak ada bisa diganti dengan teratai putih atau tangkai sirih dengan madu) yang akan dipakai untuk ngerajah pada beberapa tempat yaitu :
 
Pada dahi (antara kedua kening) dengan huruf  (                    ) Hweam
Pada taring sebelah kanan dengan huruf  (       ) Am
Pada taring sebelah kiri dengan huruf  (              ) Ah
Pada gigi atas dengan huruf  (             )  Om / Ongkara sungsang.
Pada gigi bawah dengan huruf  (             )  Om
Pada lidah bawah dengan huruf  (               )  Ai
Pada dada dengan huruf  (                  )   Gona
Pada nabi puser dengan huruf  (              )  Rem
Paha kanan dan kiri dengan huruf (                   )  Bhyo
Penulisan “Rerajahan” tersebut sesuai dengan ketentuan sastra suci pilihan pimpinan upacara (Sangging) yang memimpin upacara Mepandes/Pangur tersebut.


7. Naik ke Bale/Ranjang (dalam bahasa Jawa: Amben) tempat untuk Potong Gigi, dari hilir ke hulu, dan yang wajib mengangkat naik ke Bale/Ranjang tersebut adalah ayah dan ibunya.

Bila yang menjalani potong gigi si isteri, maka yang wajib mengangkat naik ke Bale/Ranjang tersebut adalah suaminya, kemudian sang suami mencuci kaki isterinya dengan air bunga sampai bersih.

 Sebelum Potong Gigi dilakukan, terlebih dahulu menyembah (Muspa) ke  Bale Gading  kepada Sang Hyang Semara/Sang Hyang Kama Jaya, guna memohon Tirta untuk mesangih/pangur.


- Selanjutnya disuruh tidur tengadah. Badannya sampai kaki ditutup kain (rurub). Sikap tangan diletakkan diatas dada dialasi Kekasang/kain rerajahan dan kedua kaki membujur rapat dipegangi oleh ayah/ibunya/suaminya. Gigi yang dipapar/dipangur adalah dua buah gigi taring, kiri dan kanan pada rahang atas dan empat buah gigi seri. Memapar/mangur enam buah gigi tersebut maknanya adalah: menekan Sadripu (enam musuh pada diri sendiri) secara simbolis. Sadripu tidak bisa dihilangkan semasih manusia hidup, tetapi bisa ditekan atau dikendalikan apabila bathin telah suci.


Kemudian mulai memasang  pedangal  (singsang/pengganjal) gigi. Yang pertama  pedangal dari kayu dadap dipasang pada rahang atas sebelah kiri untuk perempuan dan yang kedua pedangal dari kayu dadap pada rahang atas sebelah kanan untuk laki-laki. Sedangkan bila pedangal terbuat dari tebu, bebas kanan-kiri hingga memapar/mangur selesai. Yang pertama kali dipapar/dipangur dengan kikir pada rahang atas ini adalah taring kanan dan dan kiri dahulu, baru kemudian empat buah gigi seri dikerjakan sampai selesai.


Air ludah dan pedangal  yang telah dipakai dimasukkan ke cengkir kelapa gading. Gigi yang sudah dipapar/dipangur itu lalu digosok dengan  pengurip  gigi dari kunir dan diberi pengancing dengan menggigit  base/sirih  lekesan  tiga kali. Bekas  base lekesan itu juga dimasukkan ke cengkir kelapa gading. Makna pengurip gigi dan pengancing  ini adalah lambang agar Panca Dewata menjaga kehidupan mereka yang melakukan upacara Potong Gigi.


8. Kemudian turun dari Bale/Ranjang tempat untuk Potong Gigi dari hulu ke hilir selanjutnya menginjak  banten peningkeb (peras injak).  Banten peningkeb bermakna sebagai suatu sarana yang bersangkutan mengharmoniskan diri dengan alam atau Ibu Pertiwi termasuk Sang Catur Sanak (Sedulur Papat) yang di ajak lahir.

9. Pemujaan oleh Sulinggih  / Pandita, yaitu dalam rangka penyucian pada orang yang diuparai dan mempermaklumkan kepada Sanghyang Widhi  dalam prabawanya sebagai  Sang Hyang Semara Ratih dan Leluhur, bahwa Upacara Potong Gigi telah selesai dilaksanakan.

10. Terakhir adalah sumgkeman kepada ayah dan ibunya. Hal ini sebagai wujud bhakti pada orang tua sejati, karena si anak tersebut telah selesai menjalani upacara potong gigi. Seperti halnya Bhatara Kala, baru bisa bertemu dengan orang tua sejatinya yaitu Dewa Siwa dan Dewi Uma setelah dipotong gigi taringnya. Ayah dan ibu disini adalah sebagai perwujudan dari Dewa Siwa dan Dewi Uma. Namun yang dikandung maksud orang tua sejati dalam hal ini adalah Tuhan / Sang Hyang Widhi.


 Persiapan upacara mepandes (potong gigi)
1.    Persiapan tempat untuk potong gigi, yang dibuat seperti tempat upacara manusa yadnya, dilengkapi dengan kasur, bantal, tikar bergambar Smara – Ratih (Kama Jaya – Kama  Ratih) atau dengan alas yang sejenisnya.
2.   Bale Gading : Bale gading ini dibuat dari bambu gading (yang lain) dihiasi dengan bunga-bunga yang berwarna putih dan kuning, serta di dalamnya diisi banten peras, ajuman, daksina (kadang-kadang dapat dilengkapi dengan suci), canang buratwangi, canang sari dengan raka-raka : kekiping, pisang mas, nyahnyah gula kelapa dan periyuk / sangku berisi air serta bunga 11 jenis. Bale - gading adalah sebagai tempat Sanghyang Semara – Ratih (Kama Jaya – Kama Ratih).
3.  Kelapa gading yang dikasturi, airnya dibuang dan ditulisi “Ardanareswari” (gambar Semara Ratih). Kelapa gading ini akan dipakai sebagai tempat “ludah” dan “singgang-gigi” yang sudah dipakai. Setelah upacara, kelapa gading ini dipendam di tempat yang biasa untuk maksud tersebut.
4.   Untuk singgang gigi (pedangal), adalah tiga potong cabang dadap dan tiga potong tebu hitam / tebu ratu. Panjang pedangal ini kira-kira 1 cm atau 1½ cm.
5.   “Pengilap” yaitu sebuah cincin bermata mirah.
6.   Untuk pengurip-urip, adalah empu kunir (inan kunyit) yang dikupas sampai bersih, dan kapur.
7.   Sebuah bokor yang berisi : kikir, cermin dan pahat. (Biasanya “pengilap” yang tersebut di atas ditaruh pada bokor ini, demikian pula pengurip-urip” nya.
8.  Sebuah tempat sirih lengkap dengan sirih lekesan, tembakau, pinang, dan gambir (di dalam lekesan itu sudah berisi kapur).
9.  Rurub berupa kain yang dipakai menutupi badan pada waktu upacara, diharapkan kain yang dipakai adalh kain baru (sukla/suci), dan sanggih adalah rurub putih kuning bertulis rerajahan Semara-Ratih.
10.    Banten “tetingkeb” yang akan diinjak waktu turun nanti (dapat diganti dengan segehan agung).
11.    Bokor berisi bunga dan kuwangen, kelengkapan untuk muspa saat baru naik ke bale/ranjang dan akan mulai Mepandes/Pangur.

Persiapan banten yang akan digunakan Upacara antara lain:
1.  Banten untuk Mepandes/Pangur
1.1.  Upakara yang paling kecil.
Banten pabyakala, prayascita, pengelukatan, dan banten tataban seadanya.
1.2. Upakara yang lebih besar.
Seperti diatas, tetapi banten tatabannya memakai pulagembal.

2.  Banten untuk  Sangging.
2.1.   Satu soroh banten suci.
2.2.   Peras, Sodan ditambah tipat.
2.3.   Canang dan sesari.
2.4.   Satu helai kampuh yang telah memakai tepi, biasanya kampuh kuning.
2.5.   Arak, berem, tirta, panasta dan pengasepan.

3.  Banten Sekaa/grup gong gender dan kidung.
3.1.   Banten Pejati.
3.2.   Peras.
3.3.   Sodan.

Beberapa Mantra Dalam Upacara Mepandes ( Potong Gigi/Pangur )
1.    Mantra kikir :
OM Sang Perigi Manik, aja sira geger lunga, antinen kakang nira Sri Kanaka teka kekeh pageh, tan katekaning lara wigena, teka awet-awet-awet.

2.    Mantra waktu pemotongan gigi yang pertama :
OM lunga ayu, teka ayu (diucapkan 3 kali).

3.    Mantra pangurip-urip :
OM urip uriping bayu, sabda idep, teka urip-urip-urip, Ang Ah.

4.    Mantra lekesan :
OM suruh mara, jambe mara, tumiba pwa sira ring lidah, Sang Hyang Bumi Ratih ngaranira, tumiba pwa sira ring hati, Kunci Pepet arannira, katemu-temu delaha, samangkana lawan tembe, metu pwa sira ring wewadonan Sang Hyang Sumarasa arannira, wastu kedep mantramku.

Tujuan Upacara Potong Gigi / Pangur.
        Tujuan daripada upacara potong gigi / pangur yang dilakukan oleh umat Hindu dalam Lontar Puja Kalapati dan juga pustaka Lontar Atmaprasangsa, maka upacara potong gigi / pangur mencakup empat aspek tujuan yaitu :
1)      Menghilangkan kotoran diri dalam wujud kala, bhuta, pisaca, dan raksasa dalam arti jiwa dan raga diliputi oleh watak Sadripu, sehingga dapat menemukan hakekat manusia yang sejati.
2)      Untuk dapat bertemu kembali di Sorga dengan arwah Bapak dan Ibu yang telah berwujud suci.
3)      Untuk menghindari hukuman di alam Neraka nanti yang dijatuhkan oleh Bhatara Yamadhipati yaitu menggigit pangkal bambu petung.
4)      Untuk memenuhi kewajiban orang tua kepada anaknya guna menemukan hakekat manusia  sejati.


**********00000*********
 Oleh : Mbah Dharmo, S.Ag

Dihimpun dari beberapa buku sumber :
1.    Lontar Dharma Kahuripan.
2.    Lontar Siwa Ekapratama Samapta.
3.    Lontar Puja Kala Pati.
4.    Lontar Puja Kalib.
5.    Lontar Atmaprasangsya.
6.    Lontar Jadmaphala Wreti.
7.    Lontar Tattwa Japakala.
8.    Arti Simbul dalam Upacara Potong Gigi, Oleh: CUDAMANI.